Senin, 25 Agustus 2008

Manuver Politik Menjelang Pilpres

Oleh Aminuddin Siregar

Manuver politik menjelang pemilihan presiden 2009 mendatang ini, diperkirakan akan terjadi, walau dalam bentuk yang samar. Sebab maneuver politik merupakan salah satu kepiawaian para politisi sejak ribuan tahun lalu. Lompatan-lomptan politik yang tangkas dan sangat cekatan dimungkinkan terjadi. Tidak saja lantaran jumlah partai politik (parpol) yang dianggap oleh masyarakat terlalu banyak, tetapi juga karena maneuver politik adalah bagian dari seni bermain di atas panggung politik.

Kalau itu terjadi, bukanlah suatu keanehan dalam politik, melainkan merupakan tindakan yang memungkinkan bangkitnya kesadaran politik rakyat dan tumbhunya pengaruh luar biasa. Namun seringkali maneuver bukan untuk dicintai banyak orang, melainkan sekedar pencarian popularitas. Dalam politik itu sah adanya dan dianggap sangat realistik dalam upaya memangkan pertarungan sekaligus mewujudkan cita-cita menduduki kursi RI-1, banyak orang mengidamkannya.

Langkah menuju kursi kepresidenan itulah memang cukup berliku, seperti misalnya yang dialami oleh tokoh muda Amerika Serikat, Barack Obama, melangkah ke Gedung Putih. Banyak kelokan dan tikungan tajam, melintasi banyak duri, melewati tepi jurang, bahkan jalan setapak yang harus dilalui, dan sejumlah halang-rintang, berat-ringan lainnya. Saat seperti ini perlu pemikiran dan ketulusan niat untuk mensejahterakan masyarakat secara bersama.

Dalam kondisi dan situasi seperti itu, wajar saja kalau para politisi bertindak tangkas, termasuk untuk mendekatkan diri kepada rakyat. Maka siapa kandidat yang dirasakan oleh rakyat, paling dekat dengan mereka, kemungkinan besar kandidat atau calon itulah yang menjadi piliha mereka. Begitu juga nantinya para calon legislative baik pusat maupun daerah yang langsung dipilih oleh rakyat.

Bagaimana dengan tim sukses capres dan cawapres ? Juga akan mengalami kesibukan luar biasa. Mereka juga akan punya kesempatan melakukan manuver politik. Termasuk melakukan pendekatan-pendekatan politik satu sama lain. Ada yang menyebutnya reuni, ada yang bilang silaturrahmi, ada yang mengatakan persambungan kulturar, ikatan sosial dan emosional dan seterusnya, menggalang kekuatan.

Kegiatan semacam itu bisa dilakukan, tidak saja untuk menarik simpati para pemilih, tetapi juga menciptakan suasana akrab dan meninggalkan kesan moralitas yang tinggi. Santun dan lugas penuh tanggung jawab, disiplin dan semua yang bisa membuat hati seluruh rakyat sedikit terhindar dari rasa runyam.

Selain itu gunanya ialah menciptakan suara mayoritas, sembari menyampaikan anjuran dengan sejujur-jujurnya, agar rakyat memilih dengan tepat pada saat yang tepat. Bahwa langkah politik yang dilakukan adalah semata-mata untuk memperbaiki kondisi bangsa Indonesia. Maka tekad semacam itu patut kita pandang baik dan positif.

Tetapi ketika manuver itu dilakukan melampaui lomptan-lompatan politik yang memperlihatkan hasrat berkuasa. Sudah pasti akan muncul anggapan dan penilaian kurang baik oleh orang banyak ini. lompatan politik itu tentu akan sia-sia belaka. Komunitas pemilih sekarang ini sudah sangat peka mendengarkan apa pun saja yang menjadi ucapan para politisi. Sehingga mereka dapat menangkap pesan sekecil apapun yang disampaikan.

Pesan-pesan itu, lalu disimak secara cermat, lantaran warga masyarakat dan pemilih tidak mau mengalami kekeliruan dalam memilih calon yang memberi janji-janji belaka. Termasuk yang muluk-muluk, pasti tidak akan diterima oleh pemilih.

Itu sebabnya, kembali yang perlu mendapat perhatian para calon presiden dan calon wakil presiden ialah, tidak sekedar melaukan maneuver, tetapi memperlihatkan langkah jitu yang bisa mengubah image masyarakat terhadap citra masing-masing pasangan calon. Lebih-lebih menjelang pilpres yang tidak lama lagi akan digelar, dan helat politik terbesar ini akan menjadi pesta yang meriah, aman dan damai.

Pandangan masyarakat terhadap citra tiap capres/cawapres jauh sebelum pemilihan presiden saat ini sudah cukup baik dan positif. Namun di dalam kenyataannya justru sang capres/cawapres itu sendirilah yang seringkali memberi gambaran tentang sepak terjang dan citra yang tidak memandang persoalan rakyat sebagai bagian dari masalah politik itu sendiri. Ini jelas akan mengurangi nilai para calon baik sebagai pemimpin maupun politisi.

Sebab, kepemimpinan para calon itu tidak cuma ditetnukan dalam kerangka politik semata. Tetapi sejauh mana para calon itu bisa diterima semua pihak, semua kelompok, semua kalangan, semua unsur dan semua komponen bangsa, seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali. Tentu saja yang paling diharapkan seluruh rakyat ialah pertarungan yang kompetitif, jujur dan adil, sehat dalam segala aspek. Tidak ada kecurangan apalagi praktek politik uang, dan tindakan-tindakan manipulatif lainnya.

*Penulis Staf Pengajar Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar