Rabu, 02 Juli 2008

POLITIK, DEMOKRASI DAN INSPIRASI AGAMA


Oleh Aminuddin Siregar (Staf Pengajar Pusdiklat Depdagri Regional Bukittinggi)

Martin luther, adalah tokoh reformis dan pembaharuan di zamannya, sekaligus pembangkang dan pemberontak. Terutama terhadap Gereja Katolik Jerman. Salah satu bukti penolakannya terhadap kekuasaan gereja, adalah ketika Luther memimpin reformasi Protestan di Jerman. Pada abad ke-16 yang lampau. Gerakan reformasi itu sendiri amat berpengaruh terhadap kehidupan para warga, hingga membuahkan kebebasan nyata dan konkrit, khususnya bagi setiap orang untuk mengikuti keyakinannya.
Di kemudian hari, reformasi dan pembaharuan yang dirintis Luther, oleh pengikutnya diformulasikan ke dalam bentuk yang lebih luas ke berbagai segmen terutama politik. Bahwa pembaharuan itu telah memegang peranan penting bagi perkembangan pemikiran selanjutnya. Baik dalam bidang politik dan masyarakat maupun dalam bidang kenegaraan dan kebangsaan. Dimana orang mulai menyadari pentingnya ikatan yang melambangkan identitas mereka.
Meskipun Luther, adalah seorang pembangkang sekaligus pemberontak, yang dicampakkan dan dituduh “murtad”, namun pemikiran-pemikirannya yang reformis telah tersebar luas dan menjadi acuan bagi kelanjutan reformasi dan pembaharuan dalam berbagai bidang kehidupan. Beliau sendiri, walau mesti hengkang, tidak pernah menghimbau apalagi menganjurkan pemikiran sekuler. Hal inilah barangkali yang memberi andil besar bagi gerakan reformasi yang dipimpinnya dan membangkitkan kesadaran nasionalisme kebangsaan warga masyarakat.
Tentu saja disini tidak dimaksudkan untuk melihat Indonesia dari masa lampau Jerman. Namun satu hal yang mungkin bisa ditangkap adalah bahwa inspirasi agama bukanlah perlawanan bagi politik dan negara. Sebab dengan kebebasan bagi setiap orang mengikuti keyakinannya menurut kepercayaan yang dianut setiap individu manusia, maka demokrasi nampak lebih konkrit. Sehingga, sangat dimungkinkan bahwa inspirasi agama dapat dijadikan landasan bagi tumbuhnya demokrasi yang dapat memperkaya khasanah aspirasi politik yang sehat.
Persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini, tidak saja amat ruwet dan rumit, tetapi juga sangat krusial. Kalau kita mengacu pada demokrasi , maka tuntutan Aceh untuk menjalankan syari’at Islam di tanah rencong itu, barangkali wajar saja. Namun apakah demokrasi yang baru saja kita rasakan nyata sekarang ini tidak bisa dikompromikan lewat dialog kemanusiaan. Apabila inspirasi agama yang mengilhami referndum Aceh misalnya.
Sebab menurut hemat kita, inspirasi agama bukanlah perlawanan bagi politik maupun negara. Bila misalnya referendum direalisasikan tidaklah hanya cukup dengan otonomi khusus. Bahwa keistimewaan Aceh dengan otonomi seluas-luasnya adalah dengan kekhususan menjalankan syari’at Islam di tanah rencong itu tanpa memisahkan diri dari keutuhan wilayah kesatuan Republik Indonesia.
REFORMASI SEBAGAI GERAKAN
Reformasi sebagai gerakan yang bertujuan menciptakan pembaharuan, mungkin termasuk penyegaran kehidupan bernegara, amat diperlukan. Terutama untuk membangun kembali kehidupan politik yang lebih sehat, lebih transparan, demokratis dan lebih kondusif, membangun masyarakat yang lebih terbuka, membangun perilaku politik yang menjunjung tinggi martabat kemanusiaan. Membangun budaya politik baru, menciptakan masyarakat madani, masyarakat sipil dan seterusnya. Tidak lagi main kemplang dan main gebuk.
Seperti kita ketahui, bahwabuah dari gerakan reformasi yang digalang dan dilancarkan mahasiswa beserta komponen generasi baru lainnyayang bergabung telah membuahkan lengsernya Presiden Soeharto pada tanggal 11 Mei 1998 dari singgasana kepresidenan. Lalu kita menyaksikan kehidupan demokrasi yang begitu dinamis semenjak pemilu 7 Juli 1999 sehingga sidang umum MPR dan terpilihnya Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur itu, tekanan publik justru terus berlangsung bahkan telah berbaur dengan teror massa yang cukup mencekam. Barulah setelah Megawati Soekarno Putri terpilih sebagai wakil presiden mendampingi Gus Dur, suasana sedikit mereda.
Tetapi di awal-awal presiden Gus Dur memainkan perannya sebagai orang nomor satu, juga tidak lepas dari tantangan dan ujian berat. Mulai dari persoalan komposisi kabinet yang diragukan, desakan agar Gus Dur segera menyelesaikan kasus Aceh hingga persoalan pembubaran dua departemen yang dinilai sangat tergesa-gesa dan termasuk ancaman disintegrasi nasional.
Tuntutan daru berbagai daerah selain Aceh juga muncul dari Irian Jaya, untuk Papua merdeka, Kalimantan Timur dan Sulawesi yang kecewa jagonya dengan terpaksa dan dengan kerelaan yang harus diikhlaskan mengundurkan diri dari pencalonan presiden, sesudah pidato pertanggungjawaban Presiden Habibie ditolak oleh Majelis dan munculnya Gus Dur sebagai calon yang dijagokan dan ternyata terpilih menjadi presiden keempat RI.
Kini peta politik jelas berubah. Namun di tengah pembaharuan yang disertai dengan pendemokrasian di semua bidang kehidupan, ternyata tidak hanya cukup sampai disitu, hingga hari-hari ini kita masih tetap dihadapkan pada teka-teki. Apakah semua soal yang menghimpit dan ruet itu dapat diselesaikan segera ? Agaknya, menyelesaikan semua soal itu perlu waktu dan penyesuaian yang responsif. Namun tidak tertutup kemungkinan mengawalinya dengan dialog bersama semua unsur. Baik dari tokoh masyarakat, alim ulama, pemuka adat, mahasiswa dan kelompok-kelompok kepentingan lainnya, untuk menyelamatkan integritas nasional.
OPOSISI
Selama masa pemerintahan Orbe Baru, praktis kita tidak mengenal oposisi, sedikit kita terpeleset ngomong, tergelinvir bicara, berujar miring atau bergaya satiris tulisan kita, dicap berbahaya dan dianggap sebagai ancaman tehadap stabilitas nasional. Dianggap mengganggu kelancaran pembangunan. Bahkan dianggap berhaluan kiri bila tidak dituduh dan dicap sebagai yang merongrong kewibawaan pemerintahan. Dan karena itu orang takut bicara dan tidak ada tempat bagi oposisi.
Muchtar Lubis, (alm) tokoh budayawan terkemuka, di tahun 80-an pernah menyatakan bahwa dirinya adalah oposan tulen. Tapi apa yang dialami justru banyak menghadapi kesulitan daripada kemudahan. Begitu juga di masa pemerintah Orde Lama sebelumnya di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno, yang didapat justru pembredelan surat kabar “Indonesia Raya “ Muchtar Lubis (alm). Karena dianggap telah keluar dari kewajaran yang walaupun maksud sebenarnya untuk meluruskan. Kini mahasiswa siap jadi oposan untuk mengoreksi pemerintahan Gus Dur.
Dari berbagai peristiwa dan kejadian yang terjadi dalam dua pemerintahan terdahulu, yakni Orde Lama dan Orde Baru, pembungkaman dan pengebirian seringkali terjadi, pencabutan Surat Izin Penerbitan Pers (SIUPP) merupakan hal yang paling sering dialami oleh penerbit surat kabar maupun majalah. Pencabutan SIUPP ini, barabgkali banyak terjadi selama Orde Baru. Dalam pemerintahan transisi di bawah kepemimpinan Presiden Habibie dengan kabinet reformasi pembangunan yang berumur 517 hari itulah kebebasan pers baru mendapat tempat seluas-luasnya, yang oleh Menteri Penerangan Yusuf Yosfiah ketika itu, mereformasi kebebasan menjadi kemerdekaan pers.
Inspirasi agama, juga sering kali menghadapi problema yang dahsyat. Begitu ditakutkan, sehingga tidak jarang kalangan umat Islam praktis tidak dapat memainkan peran politiknya karena idiom radikalisme, ekstir Islam dan seterusnya yang bersifat meminggirkan, kalangan Islam acap kali dikemplang dan digebuk sedemikian rupa. Barulah sejak reformasi, demokrasi dan kebebasan tumbuh lebih konkrit.
Dengan demokrasi dan kebebasan yang begitu terbuka pula, ternyata beberapa daerah merasa punya kesempatan untuk mengemukakan aspirasinya kepada pemerintahan pusat, agar daerah lebih diperhatikan dan diberi keleluasaan. Alhasil gejala itu, menunjukkan ketidakpuasan yang selama ini terjadi, telah mengancam nasionalisme yang melambangkan identitas bersama, dan dianggap sebagai hal yang usang dan tidak dapat terus menerus dipertahankan. Oleh karena itu, beberapa daerah yang sumber daya alamnya melimpah kepingin supaya otonomi seluas-luasnya segera dilaksanakan.
Tentu saja Presiden Gus Dur sendiri setuju-setuju saja, dengan misalnya referendum di Aceh, begitu juga dengan ketua MPR Amien Rais, cuma memerlukan langkah-langkah yang cermat, tahapan-tahapan yang disusun secara rapi, dikemas sedemikian rupa, sehingga pelaksanaan otonomi seluas-luasnya menguntungkan semua pihak. Andaikata Presiden Gus Dur menyatakan tidak setuju dengan referendum. Maka orang akan meragukannya sebagai demokrat tulen, yang mendeklarasikan forum demokrasi jauh sebelum beliau jadi presiden.

Buldoser bunuh 4 warga Israel


Diperbaharui pada: 02 Juli, 2008 - Published 10:16 GMT
Jerusalem
Seorang polisi menembak mati supir buldoser dari jarak dekat
Seorang warga Palestina menabrakkan buldoser ke arah sebuah bis serta beberapa mobil di Jerusalem dan menewaskan 4 orang.

Polisi Israel mengatakan belasan lain terluka dan 7 diantaranya menderita luka serius dalam insiden di Jalan Jaffa, di pusat kota Jerusalem.

Wartawan BBC, Tim Franks, yang menyaksikan insiden itu mengatakan seorang aparat keamanan menembak mati supir buldoser tersebut.

Kepanikan melanda di sekitar tempat peristiwa dan ratusan orang berlarian menjauh.

"Kami menegaskan bahwa ini merupakan insiden teroris," kata jurubicara Kepolisian Israel, Micky Rosenfeld.

"Pasukan patroli khusus tiba di tempat kejadian. Salah satu sepeda motor kami mendekati buldoser itu, menembak dan menewaskannya," tambahnya.

Sementara itu seorang jurubicara Gerakan Palestina Hamas mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa mereka tidak berada di belakang insiden itu.

Serangan warga Palestina ke Jerusalem relatif jarang terjadi. Bulan Maret lalu seorang pria bersenjata Palestina menewaskan 8 orang di sebuah seminari.

Satu-satunya cara untuk menghentikan dia adalah dengan menembakkan peluru ke kepalanya

Saksi mata Tembakan jarak dekat

Buldoser itu melaju mengarah ke sebuah pasar dan menabrak sebuah bis serta beberapa mobil.

Pada satu saat terlihat sekitar 2 atau 3 pria masuk ke tempat kemudi buldoser dan buldoser itu sempat terguncang hebat, namun tidak berhenti.

Seorang saksi mata mengatakan kepada BBC dia melihat buldoser itu menabraki mobil dan bis. "Dia ingin membunuh sebanyak mungkin orang," kata saksi mata itu," tuturnya.

Saksi mata lain mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia melihat seorang pria yang tidak mengenakan seragam naik ke buldoser dan menembak supirnya.

"Satu-satunya cara untuk menghentikan dia adalah dengan menembakkan peluru ke kepalanya," kata saksi mata itu.

Harian Israel, Haaretz, mengatakan supir buldoser itu mempunya kartu pengenal Israel dan memiliki beberapa catatan kriminal.