Rabu, 14 Mei 2008

Bertumpu pada "People Cybernomic"

Bertumpu pada "People Cybernomics"

Judul : Mengutamakan Rakyat
Penulis: Wawancara Mayor Jenderal TNI Saurip Kadi oleh Liem Siok Lan
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia
Tahun: 2008
Tebal : 371 halaman


Indonesia sedang terpuruk, bahkan lebih dari itu karena karut marut persoalan sudah berakar di segala bidang. Namun anehnya, para elite politik yang berkuasa masih tetap saja tidak peduli, dan tak memiliki visi. Ibarat penyakit, bangsa Indonesia sekarang dalam kondisi "sakit parah dan kritis" sehingga bila tanpa "operasi besar" sang pasien sulit memiliki masa depan.
Virus utama yang mengendap, yang menjadi penyebab pengeroposan negeri ini adalah elite politik yang malas, korup, tidak efisien, tidak peduli sesama bangsanya, rakus, goblok, dan berobsesi dengan pangkat dan kedudukan, duit, dan gengsi. Dan, yang paling mendasar dari persoalan bangsa ini adalah sistem kenegaraan yang tidak rasional, hubungan antarkelembagaan tidak harmonis, termasuk konsep sistem kepartaian, pemilu, dan otonomi daerah yang inkonsistensi, yang membuat keadaan semakin semrawut.
Hal inilah antara lain yang dipaparkan dalam buku "Mengutamakan Rakyat," yang berisi pemikiran/kajian Mayor Jenderal TNI Saurip Kadi (SK) yang dituangkan dalam bentuk tanya-jawab oleh Liem Siok Lan (LSL, sebagai pewawancara).
Buku ini semakin menarik karena ada "diskusi" di dalamnya, dilengkapi komentar-komentar para tokoh, pengamat politik dan ekonomi yang tersohor, seperti Ben Anderson, Profesor Emeritus Government Studies, dari Cornell University Itacha, New York, USA, Prof Jeffrey A Winters dari Northwestern University, Chicago, USA., Gus Dur, Try Sutrisno, Jenderal TNI (Purn) Wiranto, Christianto Wibisono, Aristides Katoppo, Rizal Ramli, Effendi Gazali, Faisal Basri, Rm Benny Susetyo Pr, Sujiwo Tejo, dan sebagainya. Membaca buku yang sangat terbuka, jelas, keras, serta urgen ini, napas kita ikut turun naik, ikut geram dengan apa yang telah dan tengah terjadi akibat banyaknya kerusakan dan ketamakan yang dilakukan secara melembaga oleh kelompok-kelompok yang hanya mementingkan diri dan golongannya. Apa yang didiskusikan dalam buku ini, sangat menyentuh nurani rakyat yang selama ini ditindas, dieksploitasi, disingkirkan, dikecewakan, dan dikorbankan.
Saurip Kadi mengatakan landasan virus ini adalah warisan politiknya Soeharto, diktator militerisme, korupsi berskala gunung, pembungkaman pendapat umum, rusaknya sendi hukum yang sehat, pengadu domba sinis antara kubu-kubu etnis dan agama, penghancur demokrasi dan HAM, dan seribu satu lagi. Indonesia yang disebut-sebut sudah mengalami reformasi itu, ternyata kamuflase. Pada masa Orba memang tampak ada kemajuan, tapi itu bukan bukti riil keberhasilan, karena sesungguhnya banyak manipulatifnya. Semu dan penuh rekayasa. Korupsi tidak lagi dianggap dosa, pejabat negara bergaji pas-pasan tanpa penghasilan tambahan yang sah bisa hidup kaya raya.
Pemerintahan Bung Karno dan juga Soeharto gagal menghadirkan kesejahteraan bagi rakyatnya, berimbas pada stabilitas tingkat kenegaraan. Di sanalah terjadi berulang kali krisis kenegaraan. Lebih parah lagi karena UUD 45 membenarkan bahwa presiden, yang notabene adalah kepala negara bisa dihentikan di tengah jalan oleh MPR seperti yang dialami oleh Bung Karno dan dan juga Gus Dur (hal 10).
Saurip Kadi menegaskan, Indonesia harus keluar dari penyakit kronis ini. Caranya, tak ada pilihan lain kecuali melakukan corporate restructuring menuju model BUMR (Badan Usaha Milik Rakyat) yang bertumpu pada people cybernomics. Maksudnya, sentra-sentra produksi masyarakat diorganisasi dalam sebuah jaringan yang berbasis teknologi informasi telekomunikasi sehingga terbentuk jaringan pasar lokal, nasional, dan menjangkau global. Gagasannya diuraikan dalam bab per bab tentang menyusun ulang sistem kedaulatan, pemurnian dan implementasi Pancasila, nasionalisme baru Indonesia, reformulasi UUD, refungsionalisasi kelembagaan negara, tentara bela rakyat (visi baru kedaulatan rakyat), paradigma baru manajemen pemerintahan, kabinet enterpreneur, memerangi KKN, kepemimpinan yang kuat, potret bangsa, hingga tentang kencan ideologis.
Apakah dengan konsep pemikirannya itu Saurip Kadi mau terjun ke dunia politik dan mempersiapkan diri untuk tahun 2009? Waktulah nanti yang menjawab. Yang pasti, buku mengenai kajian dan visinya tentang Indonesia di masa depan itu, seperti yang ditulisnya di halaman pengantar. [SP/Rina Ginting]

Bukan Fenomena Baru

Bukan Fenomena Baru

Judul: Globalisasi Peluang atau Ancaman bagi Indonesia
Penulis: Budi Winarno
Penerbit: Erlangga
Tebal : 97 halaman
Tahun : 2008


Globalisasi dan regionalisme ekonomi kini telah menjadi salah satu isu menarik. Sebaga isu yang sering dibahas, masalah ini menjadi fenomena multifaset yang menimbulkan berbagai interpretasi, terutama saat dikaitkan dengan kesejahteran umat manusia.
Ada yang melihat globalisasi ekonomi sebagai suatu keniscayaan sejarah yang akan membawa kemakmuran, perdamaian, dan demokrasi bagi umat manusia. Namun ada pula yang meyakini, globalisasi ekonomi akan mengakibatkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan, dan semakin meluasnya kemiskinan.
Menurut penulis buku ini, Budi Winarno, Guru Besar Ilmu Politik dan Ilmu Hubungan Internasional Fisipol dan Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tak ada kata sepakat mengenai makna globalisasi di kalangan ilmuwan. Setiap kelompok ilmuwan memiliki definisi yang disesuaikan dengan lingkup idealisme dan perspektif yang mereka gunakan. Terlebih lagi saat membahas ruang lingkup, besaran, dan keuntungan yang akan didapat dari globalisasi ekonomi.
Sementara itu, kaum skeptis misalnya memandang globalisasi hanyalah mitos (Hirst & Thompson, 1996). Oleh karena itu, sebenarnya bukan globalisasi ekonomi yang muncul, melainkan bentuk regionalisme ekonomi. Pada tataran tertentu, mereka menolak terminologi semacam ekonomi global, mereka lebih suka menggunakan konsep globalisasi ekonomi yang lebih memiliki makna "menuju pada", dibandingkan sebagai sesuatu yang sudah jadi.
Tantangan ke arah globalisasi, di sisi lain di dasarkan pada kenyataan, bahwa dalam rentang dua dekade sejak tahun 1980-an, di mana globalisasi neoliberal semakin intensif menerpa dunia. Sementara tingkat kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan semakin meluas. Kemiskinan menjadi semakin parah di negara-negara dunia ketiga, seperti di negara Afrika sub-Sahara. Ketimpangan juga semakin melebar ke semua tempat, baik antarnegara maupun dalam negara.
Negara-negara dunia ketiga yang sebagian besar di wilayah selatan, semakin tertinggal tingkat kemakmurannya dibandingkan negara-negara maju. Sedangkan di negara-negara maju tersebut, ketimpangan semakin besar antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin, yang akan berpengaruh terhadap wilayah lain.
Salah satu ciri penting globalisasi, dunia, dan pasar kini terintegrasi dan terkoneksi satu sama lain dalam lingkungan tanpa batas. Akibatnya gejolak mata uang pada suatu wilayah kaum globalis menunjuk salah satu kasus krisis moneter di negara-negara Asia pada pertengahan tahun 1997.
Hal yang dapat disimpulkan dari silang pendapat perdebatan, bahwa globalisasi memiliki banyak wajah dan tak dapat dilihat secara sepotong-sepotong. Sebagai sebuah fenomena sosial, ekonomi dan politik, globalisasi membawa hal-hal yang positif dan juga negatif. Jadi, globalisasi adalah peluang dan sekaligus ancaman. Globalisasi akan menjadi peluang yang menjanjikan kemakmuran, demokrasi dan keadilan jika dapat dikelola dengan baik.
Budi Winarno menolak pendapat para pendukung globalisasi ekonomi yang menyatakan, bahwa pasar merupakan fenomena alamiah. Sementara globalisasi menurut mereka adalah fakta sejarah yang tak dapat dikelola. Sebaliknya, pasar adalah tetaplah hasil kreasi manusia. Oleh sebab itu menurut mereka, globalisasi dapat diarahkan untuk kemajuan umat manusia. Jadi, tak ada tangan-tangan ajaib (invisible hands) yang mengendalikan pasar. Dengan demikian pasar global adalah hasil kebijakan pemerintah.yang mendukung liberalisasi pasar pada titik tertentu.
Oleh karena itu, perlu dicari sebuah formulasi hubungan yang seimbang antara negara dan pasar. Pasar tak dapat dianggap sebagai satu-satunya mekanisme yang dapat dipercaya dalam mendistribusikan sumber ekonomi langka. Jika ekonomi pasar dibiarkan berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri, maka ini akan menciptakan keburukan-keburukan yang dahsyat dan permanen.
Fenomena kemiskinan yang semakin parah di negara-negara dunia ketiga, dan meluasnya ketimpangan merupakan akibat keyakinan yang berlebihan pada kekuatan pasar. Jadi, globalisasi ekonomi yang didasarkan pada tatanan neoliberal merupakan ancaman bagi usaha-usaha untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan.
Globalisasi menurut Budi Winarno, dalam bagian berikutnya, sebenarnya bukanlah fenomena baru dalam sejarah peradaban dunia. Jauh sebelum nation state, perdagangan dan migrasi lintas benua, kurang lebih sejak lima abad lalu, negara-negara yang perekonomiannya yang sudah maju melakukan perdagangan ke berbagai belahan dunia. [Fadil Abbas, pemerhati buku]

Mengglobalkan Indonesia Lewat Buku

Peluncuran buku terbitan Equinox
Berjudul Indonesian Odyssey: A Private Journey Through Indonesias Most Renowned Fine Art Collections di Balaikota Jakarta, 20 April 2008, yang antara lain dihadiri oleh Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (kiri).
Senin, 12 Mei 2008 01:13 WIB
Oleh BI PURWANTARI

Zaman globalisasi saat ini memungkinkan berbagai jenis komoditas masuk pasar dunia, tak terkecuali komoditas kebudayaan seperti buku. Di Indonesia sendiri, ribuan buku karya dan tentang negeri lain masuk dan dikonsumsi jutaan penduduk. Sebaliknya, belum banyak buku karya anak negeri ataupun tentang Indonesia yang mengisi rak-rak buku warga dunia.
Salah satu penerbit yang berupaya membawa Indonesia masuk ke dalam perbincangan komunitas dunia adalah Equinox. Didirikan tahun 1999 oleh Mark Hanusz, seorang warga Amerika Serikat, yang menjadi pemilik sekaligus managing editor, Equinox menerbitkan puluhan buku karya penulis asing tentang Indonesia ataupun beberapa karya penulis dalam negeri. Tema-tema buku sangat bervariasi, mulai dari tema akademik, seperti analisis ekonomi, politik, ilmu sosial di Indonesia, demografi, militer, kebijakan luar negeri Indonesia, hingga tema sastra, biografi, sejarah organisasi serta produk kebudayaan Indonesia, seperti rokok keretek, kopi, ataupun seluk-beluk kehidupan warga Jakarta.
Untuk bisa masuk pergaulan global, Equinox menerbitkan karya orang Indonesia dalam bahasa Inggris, selain puluhan buku yang memang ditulis dalam bahasa Inggris. Seluruh buku terbitannya juga dijual lewat toko buku terbesar dunia, yaitu situs www.amazon.com, selain beberapa distributor dunia dan institusi akademik, seperti Institute of South East Asian Studies (ISEAS). Ragam tema dan isi yang menarik membuat cukup banyak di antara buku-buku terbitannya menjadi pembicaraan buletin, koran, dan majalah asing, seperti New York Times, Asia Observer, South China Morning Post, Straits Times, Far Eastern Economic Review, Time Asia, The Asian Review of Books, dan International Institute for Asian Studies.
Namun, Equinox tetap menyediakan beberapa judul yang diterbitkan dalam bahasa Inggris ataupun Indonesia, agar lebih banyak warga Indonesia ikut membacanya.
Dari saham ke buku
Awalnya adalah tahun 1998, ketika Indonesia dihantam krisis ekonomi. Saat itu Mark Hanusz telah bekerja di Swiss Bank Corporation (SBC) selama tujuh tahun dan dua tahun ditugaskan di Jakarta menangani penjualan saham. Krisis mengakibatkan perdagangan saham sepi, tak ada orang mau menjual atau membeli saham. Alih-alih kembali ke tanah airnya, Mark Hanusz memutuskan tetap tinggal di Indonesia. Ia pun lalu melakukan riset tentang keretek dan menuliskannya dalam bentuk buku.
”Sudah sejak lama saya ingin sekali menulis buku. Saya kira itu keinginan semua orang. It’s human nature,” ceritanya. Ia pun memulai riset tentang rokok keretek yang membawanya ke berbagai tempat di Indonesia bahkan hingga ke Belanda, terutama Tropen Museum di Amsterdam dan Leiden. ”Waktu itu banyak bisnis mati di sini, tetapi industri rokok tidak. Ia justru paling laku. Dan keretek itu tidak ada di AS, tidak ada di Eropa, atau negeri-negeri lain. Hanya ada di sini, khas Indonesia,” papar laki-laki kelahiran 26 Juli 1976 ini.
Totalitas menulis buku dibuktikan Mark Hanusz dengan bekerja full-time dari pagi hingga malam sejak konsep hingga akhir penulisan selama 18 bulan. Ia mendatangi keluarga Nitisemito, pelopor industri rokok keretek Indonesia, untuk menuliskan sejarah awal produksi massal keretek di Kudus, Jawa Tengah. Selain itu, ia juga berkeliling ke 60 perusahaan rokok yang ada di Jawa Tengah dan Jawa Timur serta pergi ke Sulawesi untuk meneliti cengkeh yang digunakan di dalam produksi keretek. ”Saya pegang semua pekerjaan saat itu, wawancara, mencari foto-foto, menulis, mengedit, dan membiayai semua proses hingga penerbitan. Tidak ada sponsor, tidak ada penerbit. I was crazy at that time,” urainya lagi.
Penerbitan buku tentang keretek itulah yang menjadi awal mula berdirinya Equinox Publishing. Buku berjudul Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes diluncurkan pada 21 Maret 2000 di Jakarta yang dimeriahkan dengan peragaan pembuatan rokok kelobot, rokok dengan pembungkus daun jagung, dan sekaligus sebagai pengumuman tidak resmi tentang Equinox. ”Sebetulnya saya tidak pandai menulis. Ada dua buku lagi yang saya tulis bersama teman setelah Kretek, tetapi tidak sebagus Kretek. Namun, saya kira saya lebih pandai mengelola bisnis buku daripada menulis buku,” jelas Mark Hanusz dengan lugas.
Tentang Indonesia
Selama delapan tahun, Equinox telah menerbitkan 74 judul buku yang menjabarkan berbagai aspek tentang Indonesia. Terbagi atas kategori fiksi, nonfiksi, illustrated books, buku-buku akademik, dan seri klasik Indonesia, Equinox menampilkan ragam persoalan dengan berbagai sudut pandang, yang ditulis oleh orang Indonesia ataupun asing.
Beberapa buku nonfiksi yang ditulis oleh Ken Conboy, seorang konsultan manajemen keamanan yang telah tinggal di Indonesia sejak 1992, misalnya, memaparkan sejarah serta seluk-beluk lembaga militer Indonesia, baik pasukan elite di ke-empat angkatan, Kopassus, ataupun lembaga intelijen negara. Buku lainnya yang ditulis oleh Wimar Witoelar mengungkap hal-hal yang terjadi saat ia menjadi Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid.
Pada aspek lain, terbit juga buku tentang pembunuhan wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin, berjudul The Invisible Palace yang ditulis Jose Manuel Tesoro, seorang koresponden majalah Asiaweek. Buku ini mendapat predikat buku terkemuka dalam Kiriyama Award pada tahun 2005, sebuah institusi yang mendorong terbitnya karya-karya untuk menumbuhkan dialog kebudayaan antarbangsa di kawasan Pasifik dan Asia Selatan.
Ulasan cukup banyak diberikan kepada buku Equinox lainnya yang berjudul Jakarta Inside Out, karya Daniel Ziv, mantan Pemimpin Redaksi djakarta!. ”Berbeda dengan buku-buku tentang wisata untuk para turis, Daniel Ziv menyajikan aspek yang tidak klise tentang sebuah kota dengan bahasa populer, foto-foto dengan sudut pengambilan gambar yang tidak biasa, tetapi tetap berbasis pada pengamatan yang mendalam,” tulis majalah Time Asia. Sementara itu, Far Eastern Economic Review menyebut buku Ziv, ”Berhasil memadukan gambaran tentang karakter sebuah Ibu Kota negara dengan format baru gaya penulisan pop-art.”
Gambaran tentang Indonesia dilengkapi Equinox dengan penerbitan kembali buku-buku yang tidak lagi dicetak, tetapi memiliki arti penting dalam pembentukan pemahaman tentang Indonesia. Terdapat 16 judul yang telah terbit dan dikategorikan sebagai Classics Indonesia. Sebagian besar di antaranya pernah diterbitkan oleh Cornell University, AS, seperti buku Language and Power dari Benedict Anderson yang pernah terbit tahun 1990, Army and Politics buah pena Harold Crouch dan terbit pertama kali tahun 1978 serta pernah dilarang beredar di sini, ataupun buku Villages in Indonesia karya Koentjaraningrat yang pernah terbit tahun 1967.
Dalam peluncuran tujuh judul seri Classics Indonesia pada Maret 2007, salah satu buku, yaitu The Rise of Indonesian Communism karya Ruth T McVey, dicekal oleh Bea dan Cukai. ”Buku itu dicetak di luar negeri. Ketika dibawa masuk ke Indonesia, ditahan oleh Bea dan Cukai. Kurang jelas alasannya. Sampai saat ini tidak ada yang memberi tahu saya kenapa buku itu tidak bisa keluar dari Bea dan Cukai,” jelas Mark Hanusz.
Ketika diajukan kemungkinan komunisme sebagai alasan pencekalan, ia menjawab sambil menunjukkan keheranannya, ”Buku itu adalah buku sejarah, bukan buku yang mempromosikan ideologi komunisme. Dan semua orang sudah tahu bahwa memang dahulu di Indonesia ada partai komunis yang besar sekali. Pada saat peluncuran itu Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan bahwa buku itu boleh beredar di sini.”
Margin kecil
Sebagai penerbit berbahasa Inggris yang mengkhususkan diri pada buku-buku mengenai Indonesia, Equinox mendistribusikan sebagian besar buku-bukunya keluar Indonesia. Harga banderolnya pun dipasang sesuai standar pasar dunia, mulai dari 8 dollar AS hingga 75 dollar AS. ”Penerbit buku Indonesia yang agresif sekali adalah ISEAS, sementara Oxford Asia sudah tutup dan penerbit lainnya tidak banyak,” jelasnya lagi. Dengan kata lain, di dalam pasar buku Indonesia di dunia, Equinox hampir-hampir tidak memiliki saingan.
Hingga kini buku Equinox yang cukup banyak terjual adalah novel karya Pramoedya Ananta Toer yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Tales from Djakarta sekitar 4.000 eksemplar. Buku lainnya, Jakarta Inside Out, terjual 3.000 eksemplar dalam kurun waktu empat bulan. ”Awalnya kami mencetak di luar negeri, yaitu di AS dan Inggris. Sekarang semua buku kami cetak di sini dan Equinox sudah mengeluarkan banyak buku. Jadi bisnis ini sudah lumayan,” paparnya tanpa bersedia menyebutkan omzet yang didapat setiap tahun.
Meskipun demikian, Equinox memiliki komitmen lain, yaitu turut melestarikan lingkungan hidup, terutama hutan Indonesia. Oleh karena itu, sejak awal penerbitan buku seri Classics Indonesia, Equinox menggunakan kertas daur ulang yang diimpor dari Denmark. ”Ongkosnya memang lebih mahal sehingga margin profit kecil, but it’s good for the environment,” ujarnya.
Untuk menyiasati ongkos yang mahal tersebut, Equinox menerapkan sistem print on demand (POD), yaitu mencetak sesuai permintaan. Hal ini akan menghindari buku dengan ongkos produksi lebih mahal menumpuk di gudang. Hingga saat ini buku Java in A Time of Revolution karya Ben Anderson merupakan buku dari kategori ini yang paling banyak diminati. (BI Purwantari/ Litbang Kompas)

Selasa, 13 Mei 2008

Newsnight debate


Torture Team

On 2 December 2002 Donald Rumsfeld signed a memorandum authorising 18 techniques of interrogation not previously allowed by the United States.

In Torture Team leading QC Philippe Sands traces the life of the memorandum and examines the use of torture at Guantanamo and the US airbase at Bagram.

He also and explores issues of individual responsibility.

The Trillion Dollar War
By Joseph Stiglitz and Linda Bilmes

JOIN THE CLUB...
The Trillion Dollar WarThe Trillion Dollar War

The Three Trillion Dollar War by Nobel award-winning economist Joseph Stiglitz and Linda Bilmes of Harvard University is an attempt to put a price on how much was spent invading Iraq. The book counts direct spending by the US and UK before going on to cost everything from lives lost and damage done in the Middle East to replacing military hardware and caring for veterans in the West.

The New Cold War
By Edward Lucas

JOIN THE CLUB...
The New Cold War

Journalist Edward Lucas claims that Russia has started a new Cold War - and the West is losing it because it is unwilling to confront the new threat.

In the book he says: "Russia is still too weak militarily and economically, and too dependent on the outside world, to use brute force. Other tactics are just as effective."

Broken
By Shy Keenan

JOIN THE CLUB...
Broken by Shy Keenan

Shy Keenan was systematically raped by her stepfather throughout her childhood. Her Newsnight special report in 2000, led to him and his accomplices being arrested and brought to trial. Her testimony ensured he and two other men were imprisoned.

Broken is her story - of how surviving abused and fighting to bring those responsible to justice.

In Defence of Food:
The Myth of Nutrition and the Pleasures of Eating

By Michael Pollan

JOIN THE CLUB...
In Defence of Food

Journalist Michael Pollan argues that our idea of what food is and what we should be eating has been completely distorted by the food industry and nutritionists.

He believes that people are now so confused about their diet that they have no idea what real food is any more.

His book In Defence of Food has a simple doctrine at its centre - "Eat food. Not too much. Mostly plants."

The Second Bounce of the Ball:
Turning Risk into Opportunity

By Ronald Cohen

JOIN THE CLUB...
The Second Bounce of the Ball
Businessman Sir Ronald Cohen offers budding entrepreneurs guidance on how to approach the challenges and opportunities ahead of them.

He says: "This book is, I hope, a timely contribution to the understanding of entrepreneurship, including the roles of venture capital and private equity, as well as a guide to becoming a successful entrepreneur."

Sir Ronald Cohen speaks to Newsnight on Wednesday, 7 November.

Fair Game
By Valerie Plame Wilson

JOIN THE CLUB...
Fair Game by Valerie Plame Wilson

Valerie Plame Wilson is the woman at the centre of the scandal that, ultimately, led to the downfall, prosecution and conviction of the former White House chief of staff, Lewis 'Scooter' Libby, for revealing her identity as a CIA spy.

In Fair Game, Valerie Plame Wilson tells her side of the story, and details her life as a spy. An interview with Valerie Plame Wilson will be shown on Newsnight on Thursday 25 October 2007.

Microtrends
By Mark J Penn

JOIN THE CLUB...
Microtrends book cover
In Microtrends, Mark Penn explores the trends in American society today. He suggests that the ideas shaping our world are relatively unseen - under-the-radar forces that can involve as little as one per cent of the population, yet their impact on society is huge.

Mark Penn is Hillary Clinton's chief strategist.

Soldier
By Gen Sir Mike Jackson

JOIN THE CLUB...
Gen Sir Mike Jackson's Soldier

General Sir Mike Jackson's autobiography Soldier details key events during his 45 years of service in the British Army. From early cadet days, through service in Northern Ireland at the height of the Troubles, to commanding troops in Kosovo and overseeing deployments in Afghanistan and Iraq, the book examines the changing face of British soldiering and warfare.

Since standing down as Chief of Staff in 2006, he has been outspoken on many issues surrounding the military, most recently criticising US post-Iraq invasion plans.

Wikinomics
By Don Tapscott and Anthony D. Williams

JOIN THE CLUB...
Wikinomics

Wikinomics by Don Tapscott and Anthony D. Williams looks at how companies are beginning to use mass collaboration of knowledge to gain success. The authors explain how big businesses could harness external expertise by engaging directly with and rewarding participation from their customers, users and a wide pool of informed contributors - a method of epitomised by the online encyclopaedia 'Wikipedia', where entries are written and edited by users.

Far from being sceptical about the power of mass collaboration - see Andrew Keen's The Cult of the Amateur, another Newsnight Book Club entry below - Tapscott and Williams claim Wikinomics could provide the basis for huge economic and intellectual growth.

In line with their own thesis, the last chapter of the book is being written by readers.

The Political Brain
By Drew Westen

JOIN THE CLUB...
The Political Brain
In The Political Brain Drew Westen, professor of psychology and psychiatry at Emory University, examines the role of emotion in determining national politics.

Westen looks at how politicians capture the hearts and minds of the electorate and suggests ways in which they might better appeal to voters' brains.

The Cult of the Amateur
By Andrew Keen

JOIN THE CLUB...
The Cult of the Amateur by Andrew Keen

Andrew Keen's new book examines his concern over online amateurism, spawned by the digital revolution. This, he feels, has had a destructive impact on our culture, economy and values.

He rails against "uninformed political commentary", "unseemly home videos" and "embarrassingly amateurish music" and says blogs are "collectively corrupting and confusing popular opinion about everything from politics, to commerce, to arts and culture".

He also claims Wikipedia perpetuates a cycle of misinformation and ignorance, and labels YouTube inane and absurd.

Washington's War
By Gen Sir Michael Rose

JOIN THE CLUB...
Washington's War cover

There has been much criticism of the US-led coalition's post war strategy in Iraq. As the insurgency has grown and sectarian violence taken hold, US forces have increasingly had to adapt their tactics - most recently boosting troop numbers in the so-called "surge" strategy.

In General Sir Michael Rose's new book he argues that the insurgents' tactics have been seen before - ironically when George Washington's forces succeeded in defeating the British Army - then the world's greatest military power - to win independence for the US in 1776.

Having served with the SAS and commanded the UN Protection Force in Bosnia, Sir Michael's analysis raises profound questions about tactics and leadership in the campaign in Iraq.

Not One of Us
By Ali Dizaei

JOIN THE CLUB...
Ali Dizaei's Not One of Us
With his outspoken campaigning on race relations and reputation for day-to-day crime-fighting, Superintendent Ali Dizaei had been tipped to be Britain's first Asian chief constable.

But Iranian-born officer was secretly suspected of a series of crimes and in 2000 became the subject of what was to become the most expensive inquiry ever into a single officer.

Three years later he was cleared of perverting the course of justice, misconduct in public office and making false expense claims - leading to renewed claims that the Metropolitan Police had failed to stamp out racism.

Not One of Us outlines how he set about clearing his name.

The Chilling Stars
By Nigel Calder and Henrik Svensmark

JOIN THE CLUB...
The Chilling Stars

The Chilling Stars by science writer Nigel Calder and climate physicist Henrik Svensmark outlines a controversial new theory on the origins of global warming.

The book sets out to prove that a combination of clouds, the Sun and cosmic rays - sub-atomic particles from exploding stars - have altered our climate far more than human carbon emissions.

Svensmark's research at the Danish National Space Center suggests cosmic rays play a role in making clouds in our atmosphere. A reduction in cosmic rays in the last 100 years - due to the activity of our Sun - has meant fewer clouds and a warmer Earth.

The Writing on the Wall
By Will Hutton

JOIN THE CLUB...
The Writing on the Wall

Will Hutton looks at the uneasy relationship between China and the West in light of the former's phenomenal economic growth - seen by many Western analysts as a threat.

Hutton argues that the West should embrace China and promote better governance within the country by adhering to fundamental principles such as the rule of law as an example of progress.

Inside Global Jihad
By Omar Nasiri

JOIN THE CLUB...
Inside the Global Jihad by Omar Nasiri

Omar Nasiri (not his real name) worked for European security agencies during the 1990s and infiltrated al Qaeda both in the camps of Afghanistan and in terror cells in London.

His story is reveals the extent of al-Qaeda's preparations - years before 9/11 - to target the west, but also the British authorities' lack of awareness of the growing threat of Islamic terrorism.

Ghost Plane
By Stephen Grey

JOIN THE CLUB...
Ghost Plane

British journalist Stephen Grey's Ghost Plane documents his investigation into the secret CIA practice of transporting terror suspects to third countries - known as "extraordinary rendition".

The book claims many of those prisoners subsequently suffered torture at the hands of regimes such as Syria - publicly pilloried by the Bush administration but, it says, privately colluded with the name of defending the US.

The Goldilocks Enigma
By Paul Davies

JOIN THE CLUB...
The Goldilocks Enigma

Professor Paul Davies' The Goldilocks Enigma tackles fundamental questions about the nature of the universe and our attempts to understand it. Scientific breakthroughs, he argues, have brought us to the brink of comprehending the underlying structure of nature or "a final 'theory of everything'".

Central to finding this solution, he says, is answering the Goldilocks Enigma - why is it that "the universe seems 'just right' for life"?

The J Curve
By Ian Bremmer

JOIN THE CLUB...
The J Curve

Ian Bremmer's J Curve is a visual tool that suggests why some countries are in crisis and unstable while others are prosperous and politically solid.

The book explains: "movement from left to right along the J curve demonstrates that a country that is stable because it is closed must go through a period of dangerous instability as it opens to the outside world".

In the Line of Fire
By Pervez Musharraf

JOIN THE CLUB...
In the Line of Fire by Pervez Musharraf

Rather than waiting until retirement, Pakistan's President Pervez Musharraf has chosen to publish his memoirs - or at least a part of them - while still in office. In the Line of Fire includes an account of his experiences as premier in the run up to and aftermath of the September 11 attacks on New York and Washington.

Some details, including his claim that one US official used threats to secure Pakistan's cooperation in the so-called war on terror, have caused much controversy.

The God Delusion
By Richard Dawkins

JOIN THE CLUB...
The God Delusion

In The God Delusion, the scientist Richard Dawkins sets out to attack God "in all his forms".

He argues that the rise of religious fundamentalism is dividing people around the world, while the dispute between "intelligent design" and Darwinism "is seriously undermining and restricting the teaching of science".

Faith and Freedom
By Jimmy Carter

JOIN THE CLUB...
Faith and Freedom

In Faith and Freedom, former American President, Jimmy Carter, an evangelical Baptist, poses a direct challenge to both Conservative evangelicals and secular intellectuals. Condemning inhumane treatment of prisoners, disrespect for human rights, the destruction of the environment and the growing gap between the rich and the poor, Faith and Freedom demonstrates the ways that Christian values can inform and animate progressive politics. He also challenges the lazy stereotype of the blinkered evangelical favoured by many intellectuals in Britain.

The Great Immigration Scandal
By Steve Moxon

JOIN THE CLUB...
The Great Immigration Scandal by Steve Moxon

When Home Office immigration caseworker Steve Moxon was sacked for blowing the whistle on what he said was widespread abuse of the government's managed migration policy, he was denounced by many as being a xenophobic agitator.

Two years on and after a host of admissions of failure from the Immigration and Nationality Directorate (IND) his views are increasingly being accepted and his original exposé is now seen by many as prophetic.

In a revised an updated second edition of his book The Great Immigration Scandal, Steve Moxon - who has appeared on and reported for Newsnight about immigration - assesses the interim developments and explores possible resolutions.

The Year of Magical Thinking
By Joan Didion

FROM THE BLURB:

JOIN THE CLUB...
The Year of Magical Thinking by Joan Didion

When Joan Didion's husband died suddenly of a heart attack, a partnership of 40 years ended in a second. Just days before, the couple had seen their only daughter fall seriously ill. Despite the unshakable reality of her husband's death, Joan Didion's thinking was far from down to earth - she found herself, for instance, keeping his shoes in case he returned.

Slowly she realised that beneath all the ritual and words lay a simple, aching truth - that she longed to perform an impossible trick and bring him back. This is the story of a year spent wishing; a year of magical thinking.

We regret that the extract from this book is no longer available here.

Eating - What we eat and why it matters
By Peter Singer and Jim Mason

FROM THE BLURB:

JOIN THE CLUB...
Eating by Peter Singer and Jim Mason

Philosopher Peter Singer and environmentalist Jim Mason follow three families with varying eating habits, from fast-food eaters to vegans, and explore how the food we eat makes its way to the table, and at what expense.

The authors peel back each layer of food production, and examine how they ought to factor into our buying choices. And recognising that we are not all likely to become vegetarian or vegan, they go on to offer ways to make the most ethical choices within the framework of a diet that includes animal products.