Rabu, 14 Mei 2008

Bukan Fenomena Baru

Bukan Fenomena Baru

Judul: Globalisasi Peluang atau Ancaman bagi Indonesia
Penulis: Budi Winarno
Penerbit: Erlangga
Tebal : 97 halaman
Tahun : 2008


Globalisasi dan regionalisme ekonomi kini telah menjadi salah satu isu menarik. Sebaga isu yang sering dibahas, masalah ini menjadi fenomena multifaset yang menimbulkan berbagai interpretasi, terutama saat dikaitkan dengan kesejahteran umat manusia.
Ada yang melihat globalisasi ekonomi sebagai suatu keniscayaan sejarah yang akan membawa kemakmuran, perdamaian, dan demokrasi bagi umat manusia. Namun ada pula yang meyakini, globalisasi ekonomi akan mengakibatkan ketimpangan dalam distribusi pendapatan, dan semakin meluasnya kemiskinan.
Menurut penulis buku ini, Budi Winarno, Guru Besar Ilmu Politik dan Ilmu Hubungan Internasional Fisipol dan Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tak ada kata sepakat mengenai makna globalisasi di kalangan ilmuwan. Setiap kelompok ilmuwan memiliki definisi yang disesuaikan dengan lingkup idealisme dan perspektif yang mereka gunakan. Terlebih lagi saat membahas ruang lingkup, besaran, dan keuntungan yang akan didapat dari globalisasi ekonomi.
Sementara itu, kaum skeptis misalnya memandang globalisasi hanyalah mitos (Hirst & Thompson, 1996). Oleh karena itu, sebenarnya bukan globalisasi ekonomi yang muncul, melainkan bentuk regionalisme ekonomi. Pada tataran tertentu, mereka menolak terminologi semacam ekonomi global, mereka lebih suka menggunakan konsep globalisasi ekonomi yang lebih memiliki makna "menuju pada", dibandingkan sebagai sesuatu yang sudah jadi.
Tantangan ke arah globalisasi, di sisi lain di dasarkan pada kenyataan, bahwa dalam rentang dua dekade sejak tahun 1980-an, di mana globalisasi neoliberal semakin intensif menerpa dunia. Sementara tingkat kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan semakin meluas. Kemiskinan menjadi semakin parah di negara-negara dunia ketiga, seperti di negara Afrika sub-Sahara. Ketimpangan juga semakin melebar ke semua tempat, baik antarnegara maupun dalam negara.
Negara-negara dunia ketiga yang sebagian besar di wilayah selatan, semakin tertinggal tingkat kemakmurannya dibandingkan negara-negara maju. Sedangkan di negara-negara maju tersebut, ketimpangan semakin besar antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin, yang akan berpengaruh terhadap wilayah lain.
Salah satu ciri penting globalisasi, dunia, dan pasar kini terintegrasi dan terkoneksi satu sama lain dalam lingkungan tanpa batas. Akibatnya gejolak mata uang pada suatu wilayah kaum globalis menunjuk salah satu kasus krisis moneter di negara-negara Asia pada pertengahan tahun 1997.
Hal yang dapat disimpulkan dari silang pendapat perdebatan, bahwa globalisasi memiliki banyak wajah dan tak dapat dilihat secara sepotong-sepotong. Sebagai sebuah fenomena sosial, ekonomi dan politik, globalisasi membawa hal-hal yang positif dan juga negatif. Jadi, globalisasi adalah peluang dan sekaligus ancaman. Globalisasi akan menjadi peluang yang menjanjikan kemakmuran, demokrasi dan keadilan jika dapat dikelola dengan baik.
Budi Winarno menolak pendapat para pendukung globalisasi ekonomi yang menyatakan, bahwa pasar merupakan fenomena alamiah. Sementara globalisasi menurut mereka adalah fakta sejarah yang tak dapat dikelola. Sebaliknya, pasar adalah tetaplah hasil kreasi manusia. Oleh sebab itu menurut mereka, globalisasi dapat diarahkan untuk kemajuan umat manusia. Jadi, tak ada tangan-tangan ajaib (invisible hands) yang mengendalikan pasar. Dengan demikian pasar global adalah hasil kebijakan pemerintah.yang mendukung liberalisasi pasar pada titik tertentu.
Oleh karena itu, perlu dicari sebuah formulasi hubungan yang seimbang antara negara dan pasar. Pasar tak dapat dianggap sebagai satu-satunya mekanisme yang dapat dipercaya dalam mendistribusikan sumber ekonomi langka. Jika ekonomi pasar dibiarkan berkembang menurut hukum-hukumnya sendiri, maka ini akan menciptakan keburukan-keburukan yang dahsyat dan permanen.
Fenomena kemiskinan yang semakin parah di negara-negara dunia ketiga, dan meluasnya ketimpangan merupakan akibat keyakinan yang berlebihan pada kekuatan pasar. Jadi, globalisasi ekonomi yang didasarkan pada tatanan neoliberal merupakan ancaman bagi usaha-usaha untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan.
Globalisasi menurut Budi Winarno, dalam bagian berikutnya, sebenarnya bukanlah fenomena baru dalam sejarah peradaban dunia. Jauh sebelum nation state, perdagangan dan migrasi lintas benua, kurang lebih sejak lima abad lalu, negara-negara yang perekonomiannya yang sudah maju melakukan perdagangan ke berbagai belahan dunia. [Fadil Abbas, pemerhati buku]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar